Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

kisah Prabu Brawijaya V di alas Ketonggo

Bre Kertabhumi atau Prabu Brawijaya, atau kadang disebut Brawijaya 5 adalah raja terakhir Kerajaan Majapahit versi naskah-naskah babad dan serat, yang lahir sekitar tahun 1413 Masehi, berdasarkan penanggalan kelahiran Raden Patah menurut Kronik Cina pada tahun 1455 Masehi.

Meskipun sangat populer, nama Brawijaya ternyata tidak pernah dijumpai dalam naskah Pararaton ataupun prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, perlu diselidiki dari mana para pengarang naskah babad dan serat memperoleh nama tersebut.

Nama Brawijaya berasal dari kata Bhra Wijaya. Gelar Bhra adalah singkatan dari bhatara, yang bermakna "baginda". Sedangkan gelar bhre yang banyak dijumpai dalam Pararaton berasal dari gabungan kata bhra i, yang bermakna "baginda di". Dengan demikian, Brawijaya dapat juga disebut Bhatara Wijaya. 

Raden Patah merupakan anak dari Prabu Brawijaya 5, ia lahir dari selir yang bernama Siu Ban Ci, yakni putri Syekh Bentong. Raden Hasan akhirnya memerdekakan Kadipaten Demak, menjadi Kesultanan Demak Bintoro. Dia diangkat oleh wali songo, menjadi Sultan Demak Binto, yang dikenal dengan nama Raden Patah. Nama Radem Patah, diduga diambil dari Bahasa Arab al-Fatah yang artinya Sang Pembuka.

Dalam situs resmi kemendikbud dot go dot id, pembangunan masjid Agung Demak juga dikaitkan dengan pengangkatan Raden Patah sebagai Adipati Demak tahun 1462 Masehi, dan pengangkatannya sebagai Sultan Demak Bintara Binto tahun 1478 Masehi, yaitu pada waktu Kerajaan Majapahit jatuh di tangan Prabu Girindrawardhana dari Kediri.

Cerita tentang Prabu Brawijaya 5 memang begitu banyak versi, baik yang tertulis di naskah atau babad maupun tidak tertulis sebagai dongeng.

Cerita dari Syiar Dalam Gelap yang mengangkat sejarah versi lain yang melakukan liputan di Palereman Alas Ketonggo Srigati yang letaknya di Dusun Brendil, Desa Babadan, Kec. Paron, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Mengapa Alas ketonggo sebagai Ibu dan Alas Purwo yg letaknya di Kabupaten Banyuwangi sebagai Bapa?, karena kerajaan atau keraton di tanah Jawa dari ujung barat sampai timur hingga munculnya kerajaan pajajaran dan lain-lain sampai terkenal.

Pada zaman dahulu, agama islam mulai di kenal masyarakat Pulau Jawa, hampir semua keturunan Prabu Brawijaya 5 sudah memeluk agama Islam, agar tidak terjadi perselilisahan dia bersama istri dan prajuritnya yang setia pergi meninggalkan kerajaan ke alas ketonggo ini.

Di Alas Ketonggo Prabu Brawijaya 5 melakukan pertapaan dan alas ini merupakan saksi bisu bahwasannya Prabu Brawijaya 5 pernah mengunjungi tempat ini, di tempat ini dia melepaskan pegangannya atau melepaskan jabatan sebagai raja di Kerajaan Majapahit dan ingin merasakan menjadi rakyat biasa, alasan Prabu Brawijaya 5 melepas jabatannya karena dia tidak ingin bermusuhan dengan anaknya yaitu Raden Patah, atas petuah dari Sunan Kalijogo.

Tidak lama Prabu Brawijaya 5 di alas Ketonggo, kemudian dia melanjutkan perjalana menuju Gunung Lawu, tetapi dia pergi hanya sendiri, sementara prajurit majapahit yang bersama dia di persilahkan untuk pergi dari Alas Ketonggo ini. Menurut cerita di Gunung Lawu Prabu Brawijaya 5 melakukan moksa.

Cerita lain dari Alas Ketonggo adalah masuk islamnya Rahyang Joyo wiseso, dia adalah jin penguasa Alas Purwo yang terletak di kabupaten Banyuwangi, di kisahkan pada malam itu dia membaca 2 kalimat syahadat oleh Ustad Hakim Bawazier dengan di saksikan 2 saudaranya, yaitu kakaknya Jaya Menggolo biasa di kenal Eyang Lawu dan adiknya Rahyang Jaya Dharma atau terkenal dengan nama Kuncung Putih.